BAB I
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Inteligensi
Inteligensi
berasal dari bahasa Inggris Intelligence yang berarti kecerdasan,
intelijen, atau keterangan-keterangan.[1]
Kata inteligensi juga berasal dari bahasa Latin yaitu Intellectus dan Intelligentia. Sedangkan
kata Intelligentia itu
sendiri berasal dari kata inter yang berarti diantara dan lego berarti
memilih.[2]
Sehingga inteligensi pada mulanya mempunyai pengertian kemampuan untuk memilih
suatu penalaran terhadap fakta atau kebenaran.[3] Sedangkan dalam bahasa Indonesia sering
diucapkan bahwa intélijen adalah orang yg bertugas mencari (meng-amat-amati)
seseorang; dinas rahasia. [4]
Teori tentang inteligensi pertama kali
dikemukakan oleh Spearman dan Wynn Jones Pol pada tahun 1951. Spearman dan Wynn
mengemukakan adanya konsep lama mengenai suatu kekuatan (power) yang dapat
melengkapi akal pikiran manusia tunggal pengetahuan sejati. Kekuatan tersebut
dalam bahasa Yunani disebut dengan Nous sedangkan penggunaan kekuatannya
disebut Noeseis. [5]
Inteligensi menurut istilah dikemukakan
oleh beberapa ahli, antara lain:
a.
Keahlian
memecahkan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi dan belajar dari pengalaman
hidup sehari-hari. (John W Santrock)
b.
Kemampuan
untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi
lingkungannya secara efektif. (David
Wechsler)
c.
Inteligensi
terdiri dari tiga komponen, yaitu kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau
tindakan, kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan itu telah
dilaksanakan, dan kemampuan untuk mengritik diri sendiri (autocriticism).(Alferd
Binet,1857-1911 & Theodore Simon )
d.
Kesanggupan
untuk menyesuaikan diri kepada kebutuhan baru, dengan menggunakan alat-alat
berfikir yang sesuai dengan tujuannya. (William Stern) Menurut dia inteligensi
sebagian besar tergantung dengan dasar dan keturunan. Pendapat ini diperkuat
oleh seorang ahli bernama Prof. Weterink (Mahaguru di Amsterdam) yang
berpendapat, belum dapat dibuktikan bahwa inteligensi dapat diperbaiki atau
dilatih.
e.
Kemampuan
untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi
lingkungannya secara efektif. (David Wechsler)
f.
Kemampuan
untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang
bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata. (Howard Gardner)
h.
Kemampuan
dalam memberikan respon yang baik dari pandangan kebenaran atau fakta. (Edward Lee
Thorndike,1913)
i.
Tingkat
kemampuan pengalaman seseorang untuk menyelesaikan masalah-masalah yang
dihadapi dan untuk mengantisipasi masalah-masalah yang akan datang. (H. H.
Goddard, 1946)
j.
Inteligensi
terdiri atas dua faktor, yaitu kemampuan untuk memperoleh pengetahuan dan
pengetahuan yang telah diperoleh. (V.A.C. Henmon)
Secara garis besar dapat disimpulkan
bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental ataupun rohani yang melibatkan
proses berpikir secara rasional untuk meyesuaikan diri kepada situasi yang
baru.
Dari berbagai pendapat dapat diatas
disimpulkan bahwa inteligensi adalah:
1.
Kemampuan untuk berfikir secara
konvergen (memusat) dan divergen (menyebar)
2.
Kemampuan berfikir secara
abstrak
3.
Kemampuan berfikir dan
bertindak secara terarah, bertujuan, dan rasional
4.
Kemampuan untuk menyatukan
pengalaman-pengalaman
5.
Kemampuan untuk menggunakan apa
yang telah dipelajari
6.
Kemampuan untuk belajar dengan
lebih baik,
7.
Kemampuan untuk menyelesaikan
tugas-tugas yang sulit dengan memperhatikan aspek psikologis dan intelektual
8.
Kemampuan untuk menyesuaikan
diri dan merespon terhadap situasi-situasi baru
9.
Kemampuan untuk memahami
masalah dan memecahkannya.
Karena intelegensi merupakan
suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh
karena itu, inteligensi sebenarnya tidak dapat diamati secara langsung,
melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan
manifestasi dari proses berpikir rasional itu.
B. Ciri – Ciri Inteligensi
1.
Suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berfikir secara
rasional (inteligensi dapat diamati secara langsung).
2.
Tercermin dari tindakan yang terarah pada penyesuaian diri terhadap
lingkungan dan pemecahan masalah yang timbul daripadanya.
1)
Purposeful behavior, artinya selalu terarah pada tujuan atau mempunyai tujuan yang
jelas.
2)
Organized behavior, artinya tingkah laku yang terkoordinasi, semua tenaga dan alat – alat
yang digunakan dalam suatu pemecahan masalah terkoordinasi dengan baik.
3)
Physical well toned behavior, artinya memiliki sikap jasmaniah yang baik, penuh tenaga,
ketangkasan, dan kepatuhan.
4)
Adaptable behavior, artinya tingkah laku yang luas fleksibel, tidak statis, dan kaku,
tetapi selalu siap untuk mengadakan penyesuaian/perubahan terhadap situasi yang
baru.
5)
Success oriented behavior, artinya tingkah laku yang didasari rasa aman, tenang, gairah,
penuh kepercayaan, akan sukses/optimal.
6)
Clearly motivated behavior, artinya tingkah laku yang memenuhi kebutuhannya dan bermanfaat
bagi orang lain atau masyarakat.
7)
Rapid behavior, artinya tingkah laku yang efisien, efektif dan cepat atau
menggunakan waktu yang singkat.
8)
Broad behavior, artinya tingkah laku yang mempunyai latar belakang dan pandangan
luas yang meliputi sikap dasar dan jiwa yang terbuka.
C. Tingkat-Tingkat
Inteligensi
1.
Kecerdasan Binatang
Pada
mulanya banyak orang berkeberatan digunakan istilah inteligensi pada binatang,
karena mereka hanya mau menggunakan istilah itu pada manusia saja. Menurut
hasil penyelidikan para ahli, ternyata bahwa kecerdasan itu bertingkat-tingkat.[8] Tetapi
pendapat yang menolak istilah tersebut dapat dijelaskan dengan contoh percobaan
berikut.
W. Kohler
(Ahli Ilmu Jiwa Jerman ) menggunakan seekor kera sebagai percobaannya, kera
tersebut dikurung di dalam kandang dan diluar kandang diletakkan sebuah pisang
yang jauh jaraknya. Dalam kandang diletakkan sebuah tongkat. Kera mencoba
meraih-raih pisang berkali-kali tetapi tidak berhasil, akhirnya kera tersebut
menggunakan tongkat untuk mengambil pisang. W. Kohler melakukan percobaan ke 2
: tetap menggunakan seekor kera yang dikurung di dalam kandang dan sebuah
pisang yang jauh letaknya. Tetapi kali ini Kohler meletakkan 2 batang tongkat
dan memperjauh letak pisang. Saat kera tidak bisa menjangkau pisang dengan 1
tongkat, maka kera tersebut menggunakan 2 tongkat.
Kesimpulan
dari 2 percobaan tersebut yaitu kera mencoba menyesuaikan diri dengan keadaan,
padanya timbul sesuatu yang baru, ialah yang tidak terkandung didalam bentuk
kelakuan naluri. Kera dapat menolong dirinya dalam sesuatu yang asing baginya.
Maka kelakuan dapat disebut kelakuan intelegen, dan kesanggupannya disebut
intelegensi. Kecerdasan pada binatang ini sangat terbatas, yakni terikat pada
suatu yang konkret. [9]
2.
Kecerdasan Anak-anak
Yang dimaksudkan anak-anak di sini adalah
anak-anak kecil lebih kurang umur 1 tahun dan belum dapat berbahasa. Kecerdasan
anak-anak dipelajari terutama berdasarkan percobaan yang telah dipraktekkan
dalam menyelidiki kecerdasan binatang. Usaha-usaha memperbandingkan perbuatan
kera dengan anak-anak kecil membantu para ahli dalam mengadakan penyelidikan
terhadap kecerdasan anak.
Hasil penyelidikan Buotan memberi kesimpulan
: tingkat anak-anak kecil yang berumur ±1 tahun kecerdasannya hampir
sama dengan kera. Sebagain soal yang di hadapkan pada kera dapat diselesaikan oleh
anak-anak. Kemampuan mempergunakan
bahasa merupakan garis pemisah antara hewan dan manusia. Anak yang sudah dapat berbicara, lebih cepat
memperoleh penyelesaian tentang masalah yang dihadapi. Dalam segala pernyataan fungsi jiwa, bahasa
merupakan suatu momen yang sangat penting.[10]
3.
Kecerdasan Manusia
Sesudah
anak dapat berbahasa tingkat kecerdasan anak lebih tinggi daripada kera.
Tingkat kecerdasan manusia (bukan anak-anak) tidak sama dengan kera dan
anak-anak.
Beberapa
hal yang merupakan ciri kecerdasan manusia antara lain:
a.
Penggunaan Bahasa
Kemampuan
berbahasa mempunyai faedah yang besar terhadap perkembangan pribadi,
antara lain;
-
Manusia dapat menyatakan isi jiwanya (fantasi,
pendapat, perasaan dan sebagainya).
-
Manusia dapat berhubungan dengan sesama,
tingkat hubungannya selalu maju dan masalahnya selalu meningkat
-
Manusia dapat membeberkan segala sesuatu, baik
yang lalu, yang sedang dialami, dan yang belum terjadi, baik mengenai
barang-barang yang konkret maupun hal-hal yang abstrak
-
Manusia dapat membangun kebudayaan.
b.
Penggunaan Perkakas
Kata Bergson, perkakas adalah
merupakan sifat terpenting daripada kecerdasan manusia, dengan kata lain:
perkataan, perbuatan cerdas manusia dicirikan dengan bagaimana mendapatkan,
bagaimana membuat dan bagaimana mempergunakan perkakas.
Perkakas adalah sifat, tetapi semua
alat merupakan perkakas. Alat merupakan perantara antara makhluk yang berbuat
atau objek yang diperbuat. Perkakas mempunyai fungsi yang sama, tetapi
mempunyai pengertian yang lebih luas. Perkakas adalah objek yang telah
dibuat/dibulatkan dan diubah sedemikian rupa sehingga dengan mudah dan dengan
cara yang tepat dapat dipakai untuk mengatasi kesulitan atau mencapai suatu
maksud.[11]
Adapun kecerdasan atau inteligensi manusia
mempunyai implikasi sebagai suatu kemampuan adalah sbb :
a. Kemampuan mengklasifikasi
pola – pola objek
Seorang yang normal adalah
orang yang mampu dalam mengklasifikasikan stimulasi-stimulasi yang tidak
identik ke dalam satu kelas atau rumpun
b. Kemampuan beradaptasi
(kemampuan belajar)
Kemampuan
beradaptasi merupakan suatu kemampuan yang harus manusia miliki dalam
kehidupannya dan kemampuan beradaptasi ini menentukan inteligensi atau
kecerdasan seseorang apakah inteligensinya tinggi atau rendah
c. Kemampuan menalar secara
deduktif
Yaitu kemampuan menalar
atau melogikan sesuatu dari kesimpulan menjadi paparan yang detail
d. Kemampuan menalar secara
induktif
Yakni kemampuan penalaran
atau melogikakan sesuatu yang berupa paparan atau penjelasan menjadi suatu
kesimpulan yang mewakili.
e. Kemampuan
mengembangkan konsep
Yaitu
kemampuan seseorang memahami suatu cara kerja objek atau fungsinya dan
kemampuannya bagaimana menginterpretasikan suatu kejadian
f. Kemampuan
memahami
Kemampuan
memahami adalah kemampuan seseorang dalam melihat adanya hubungan atau relasi
didalam suatu masalah dan kegunaan-kegunaan hubungannya bagi pemecahan masalah
tersebut.
D. Macam-Macam
Inteligensi[12]
1. Inteligensi
Terikat dan Bebas
Inteligensi terikat adalah inteligensi
suatu makhluk yang bekerja dalam situasi-situasi pada lapangan pengamatan yang
berhubungan langsung dengan kebutuhan vital yang harus segera dipuaskan.
Misalnya inteligensi binatang dan anak-anak yang belum berbahasa.
Inteleginsi
bebas terdapat pada manusia yang berbudaya dan berbahasa. Dengan inteligensinya
orang selalu ingin mengadakan perubahan-perubahan untuk mencapai suatu tujuan.
Kalau tujuan sudah dapat dicapai, manusia ingin mencapai tujuan yang lebih
tinggi dan lebih maju.
2.
Inteligensi Menciptakan (Kreatif) dan Meniru (Eksekutif)
Inteligensi menciptakan (kreatif)
ialah kesanggupan menciptakan tujuan-tujuan baru dan mencari alat-alat yang
sesuai guna mencapai tujuan itu. Inteligensi keatif menghasilkan
pendapat-pendapat baru seperti : kereta api, radio, listrik dan kapal terbang.
Inteligensi meniru (eksekutif), yaitu
kemampuan menggunakan dan mengikuti pikiran atau hasil penemuan orang lain,
baik yang dibuat, diucapkan maupun yang di tulis.
Ada
beberapa macam inteligensi yang lain, diantaranya :[13]
a.
Inteligensi Keterampilan Verbal
Yaitu kemampuan untuk berpikir dengan
kata-kata dan menggunakan bahasa untuk mengungkapkan makna. Contohnya: seorang
anak harus berpikir secara logis dan abstrak untuk menjawab sejumlah pertanyaan
tentang bagaimana beberapa hal bisa menjadi mirip, contoh pertanyaannya “Apa
persamaan Singa dan Harimau”? Cenderung arah profesinya menjadi: (penulis,
jurnalis, pembicara).
b.
Inteligensi Keterampilan Matematis
Yaitu kemampuan untuk menjalankan
operasi matematis. Peserta didik dengan kecerdasan logical mathematical yang
tinggi memperlihatkan minat yang besar terhadap kegiatan eksplorasi. Mereka
sering bertanya tentang berbagai fenomena yang dilihatnya. Mereka menuntut
penjelasan logis dari setiap pertanyaan. Selain itu mereka juga suka
mengklasifikasikan benda dan senang berhitung. Cenderung profesinya menjadi:
(ilmuwan, insinyur, akuntan)
c.
Inteligensi Kemampuan Ruang
Yaitu kemampuan untuk berpikir secara
tiga dimensi. Cenderung berpikir secara visual. Mereka kaya dengan khayalan
internal (Internal imagery) sehingga cenderung imaginaif dan kreatif.
Contohnya seorang anak harus menyusun serangkaian balok dan mewarnai agar sama
dengan rancangan yang ditunjukan penguji. Koordinasi visual-motorik, organisasi
persepsi, dan kemampuan untuk memvisualisasi dinilai secara terpisah. Cenderung
menjadi profesi arsitek, seniman, pelaut.
d.
Inteligensi Kemampuan Musical
Yaitu
kepekaan terhadap pola tangga nada, lagu, ritme, dan mengingat nada-nada. Ia
juga dapat mentransformasikan kata-kata menjadi lagu, dan menciptakan berbagai
permainan musik. Mereka pintar melantunkan beat lagu dengan baik dan benar.
Mereka pandai menggunakan kosa kata musical, dan peka terhadap ritme, ketukan,
melodi atau warna suara dalam sebuah komposisi music.
e.
Inteligensi Keterampilan Kinestetik Tubuh
Yaitu kemampuan untuk memanipulasi
objek dan mahir sebagai tenaga fisik. Senang bergerak dan menyentuh. Mereka
memiliki control pada gerakan, keseimbangan, ketangkasan, dan keanggunan dalam
bergerak. Mereka mengeksplorasi dunia dengan otot-ototnya. Cenderung berprofesi
menjadi ahli bedah, seniman yang ahli, penari.`
f.
Inteligensi Keterampilan Intrapersonal
Yaitu kemampuan untuk memahami diri
sendiri dengan efektif mengarahkan hidup seseorang. Memiliki kepekaan perasaan
dalam situasi yang tengah berlangsung, memahami diri sendiri, dan mampu
mengendalikan diri dalam konflik. Ia juga mengetahui apa yang dapat dilakukan
dan apa yang tidak dapat dilakukan dalam lingkungan social. Mereka mengetahui
kepada siapa harus meminta bantuan saat memerlukan. Cenderung berprofesi
menjadi teolog, psikolog.
g.
Inteligensi Keterampilan Interpersonal
Yaitu kemampuan untuk memahami dan
secara efektif berinteraksi dengan orang lain. Pintar menjalin hubungan social,
serta mampu mengetahui dan menggunakan beragam cara saat berinteraksi. Mereka
juga mampu merasakan perasaan, pikiran, tingkah laku dan harapan orang lain,
serta mampu bekerja sama dengan orang lain.
h.
Inteligensi Keterampilan Naturalis
Yaitu kemampuan untuk mengamati pola
di alam serta memahami system buatan manusia dan alam. Menonjol ketertarikan
yang sangat besar terhadap alam sekitar, termasuk pada binatang, diusia yang
sangat dini. Mereka menikmati benda-benda dan cerita yang berkaitan dengan
fenomena alam, misalnya terjadinya awan, dan hujan, asal-usul binatang,
peumbuhan tanaman, dan tata surya.
i.
Inteligensi Emosional
Yaitu
kemampuan untuk merasakan dan mengungkapkan emosi secara akurat dan adaftif
(seperti memahami persfektif orang lain).
E. Faktor
Yang Mempengaruhi Inteligensi
a.
Pengaruh Faktor Pembawaan
Faktor
pembawaan merupakan faktor pertama yang berperan di dalam inteligensi. Faktor
ini ditentukan oleh sifat yang dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan atau
kecakapan seseorang dalam memecahkan masalah, antara lain ditentukan oleh
faktor bawaan. Oleh karena itu, di dalam satu kelas dapat dijumpai anak yang
bodoh, agak pintar, dan pintar sekali, meskipun mereka menerima pelajaran dan
pelatihan yang sama.
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa individu-individu
yang berasal dari suatu keluarga, atau bersanak saudara, nilai dalam tes IQ
mereka berkolerasi tinggi (+0,50) orang yang kembar (+0,90) yang
tidak bersanak saudara (+0,20), anak yang diadopsi korelasi dengan orang
tua angkatnya (+0,10 – +0,20).[14]
b.
Pengaruh Faktor Lingkungan
Perkembangan anak sangat dipengaruhi
oleh gizi yang dikonsumsi. Oleh karena itu ada hubungan antara pemberian
makanan bergizi dengan inteligensi seseorang. Pemberian makanan bergizi ini
merupakan salah satu pengaruh lingkungan yang amat penting selain guru,
rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga
memegang peranan yang amat penting, seperti pendidikan, latihan berbagai
keterampilan, dan lain-lain (khususnya pada masa-masa peka). Lingkungan yang
berpengaruh terhadap inteligensi, yaitu lingkungan keluarga
dan pengalaman pendidikan.
c.
Stabilitas Inteligensi Dan IQ
Inteligensi bukanlah IQ. Inteligensi merupakan suatu konsep
umum tentang kemampuan individu, sedang IQ hanyalah hasil dari suatu tes
inteligensi itu (yang notabene hanya mengukur sebagai kelompok dari inteligensi).
Stabilitas inteligensi tergantung perkembangan organik otak.[15]
d.
Pengaruh Faktor Kematangan
Di mana tiap organ dalam tubuh manusia
mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Setiap organ manusia baik fisik maupun
psikis, dapat dikatakan telah matang, jika ia telah tumbuh atau berkembang
hingga mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Oleh karena
itu, tidak mengherankan bila anak-anak belum mampu mengerjakan atau memecahkan
soal-soal matematika di kelas empat SD, karena soal-soal itu masih terlampau
sukar bagi anak. Organ tubuhnya dan fungsi jiwanya masih belum matang untuk
menyelesaikan soal tersebut dan kematangan berhubungan erat dengan umur.
e.
Pengaruh Faktor Pembentukan
Pembentukan
adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan
inteligensi. Di sini dapat dibedakan antara pembentukan sengaja (seperti yang
dilakukan di sekolah) dan pembentukan yang tidak disengaja (pengaruh alam
disekitarnya).
f.
Minat Dan Pembawaan Yang
Khas
Faktor
minat ini mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi
perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan atau motif yang mendorong
manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar, sehingga apa yang diminati oleh
manusia dapat memberikan dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.
g.
Kebebasan
Faktor
kebebasan artinya manusia dapat memilih metode-metode tertentu dalam memecahkan
masalah yang dihadapi. Di samping kebebasan memilih metode, juga bebas dalam
memilih masalah yang sesuai dengan kebutuhannya.
Semua faktor tersebut di atas bersangkutan satu sama lain.
Untuk menentukan inteligensi atau tidaknya seseorang, kita tidak dapat hanya
berpedoman kepada salah satu faktor tersebut, karena inteligensi adalah faktor
total. Keseluruhan pribadi turut serta menentukan dalam perbuatan inteligensi
seseorang.
Selain itu, gejala-gejala jiwa dan fungsi-fungsi jiwa sangatlah
mempengaruhi tindakan intelegen seseorang. Misalnya :
a. Pengamatan, yakni
kalau seseorang berada dalam satu situasi yang harus mengambil tindakan yang
intelegen maka dia harus memiliki fungsi pengamatan yang baik.
b. Tanggapan dan Daya Ingatan,
yakni bahwa seseorang yang memiliki tanggapan daya ingatan yang baik akan lebih
mudah untuk memecahkan persoalan.
c. Fantasi, yakni seseorang yang kaya
fantasi akan dapat melihat lebih banyak kemungkinan pemecahan masalah yang
tidak terlihat oleh orang lain.
1) Berfikir
2) Kehendak dan Perasaan
3) Perhatian, dan
4) Sugesti, yakni bahwa seseorang yang berbuat intelegen haruslah
membebaskan diri dari pengaruh ataupun sugesti orang lain.[16]
F. Teori – Teori Inteligensi
1.
Teori Faktor
Teori ini dikembangkan oleh Spearman, dia
mengembangkan teori dua factor dalam kemampuan mental manusia. Yakni :
a.
Faktor umum “g” (general factor), yaitu kemampuan menyelesaikan masalah atau tugas-tugas secara umum (misalnya, kemampuan
menyelesaikan soal-soal
matematika).
b.
Faktor khusus “s” (special factor), yaitu kemampuan menyelesaikan masalah atau tugas-tugas secara khusus (misalnya, mengerjakan
soal-soal perkalian atau penambahan dalam matematika).
Spearman berpendapat, tiap
tingkah laku dimungkinkan atau didasari oleh dua faktor, yaitu: faktor g
dan s tertentu. Faktor g itu berfungsi pada tiap tingkah laku,
jadi yang berfungsi pada tingkah laku - tingkah laku yang berbeda itu adalah
faktor g yang sama dan fakor s yang tidak sama.[17]
Disamping kedua macam
faktor tersebut, menurut Cyrill Burt masih ada lagi faktor ketiga, yaitu faktor
kelompok “c” (common factor). Faktor c ini adalah faktor yang
berfungsi pada sejumlah tingkah laku, tetapi tidak pada semua tingkah laku.
Jadi, faktor c itu lebih luas dari pada faktor s , tetapi lebih
sempit daripada faktor g. [18]
2.
Teori Struktural Intelektual
Teori ini dikembangkan oleh Guilford, dia
mengatakan bahwa tiap-tiap
kemampuan memiliki jenis keunikan tersendiri dalam proses psikologis yang terlibat (operation),
isi atau materi yang diproses (content), dan bentuk informasi yang dihasilkan (product).[19] penjelasannya adalah sbb :
a.
Operation (Aktivitas Pikiran Atau Mental)
-
Cognition, yaitu
aktivitas mencari, menemukan, mengetahui dan memahami informasi. Misalnya
mengetahui makna kata “adil” atau “krisis”.
-
Memory, yakni
menyimpan informasi dalam pikiran dan mempertahankannya
-
Divergent production, yakni
proses menghasikan sejumlah alternative informasi dari gudang ingatan untuk
memenuhi kebutuhan, misalnya mengusulkan sejumlah judul sebuah cerita.
-
Convergent production, yaitu penggalian informasi khusus secara
penuh dari gudang ingatan. Misalkan menemukan kata – kata yang cocok untuk
jawaban TTS.
-
Evaluation, yakni
memutuskan yang paling baik dan yang cocok dengan tuntunan berpikir logis
b.
Content (Isi Informasi)
-
Visual, yaitu
informasi-informasi
yang muncul secara langsung dari stimulasi yang diterima oleh mata.
-
Auditory, yakni
informasi-informasi
yang muncul secara langsung dari stimulasi yang diterima oleh system pendengaran (telinga).
-
Simbolic, yaitu
item-item
informasi yang tersusun urut bersamaan dengan item-item yang
lain. Misalnya
sederet angka, huruf abjad dan kombinasinya
-
Sematic,
biasanya berhubungan dengan makna atau arti tetapi tidak melekat pada symbol –
symbol kata.
-
Behavioral, yakni
item informasi mengenai keadaan mental dan perilaku individu yang dipindahkan melalui tindakan dan bahasa
tubuh.
c.
Product (Bentuk Informasi Yang Dihasilkan)
-
Units, yaitu suatu kesatuan yang memiliki suatu keunikan
didalam kombinasi sifat dan atributnya, contoh bunyi music atau cetakan kata.
-
Classes, yakni sebuah konsep dibalik sekumpulan obyek
yang serupa. Misalkan bilangan genap dan ganjil.
-
Relations, yakni hubungan antara dua item. Contoh dua
orang yang memiliki huruf depan berurutan, Abi kawin dengan Ani.
-
Systems, yakni
tiga item atau lebih berhubungan dalam suatu susunan totalitas. Misalkan tiga
orang berinteraksi didalam sebuah acara dialog di TV.
-
Transformations, yaitu
setiap perubahan atau pergantian item informasi
-
Implications, yakni
item informasi diusulkan oleh item informasi yang sudah ada. Misalkan melihat
4X5 dan berpikir 20.
3.
Teori Kognitif
Teori ini dikembangkan oleh Sternberg
menurutnya inteligensi dapat dianalisis kedalam beberapa komponen yang dapat
membantu seseorang untuk memecahkan masalahnya diantaranya :
a.
Metakomponen adalah proses pengendalian yang
terletak pada urutan lebih tinggi yang digunakan untuk melaksanakan rencana,
memonitor, dan mengevaluasi kinerja dalam suatu tugas.
b.
Komponen kinerja adalah proses-proses pada urutan lebih rendah yang digunakan
untuk melaksanakan berbagai strategi bagi kinerja dalam tugas
c.
Komponen perolehan pengetahuan adalah proses-proses yang terlibat dalam mempelajari
informasi baru dan penyimpanannya dalam ingatan
4.
Teori Inteligensi Majemuk (Multiple
Intelligences)
Teori ini dikembangkan oleh Howard Gadner,
dalam teorinya ia mengemukakan jenis inteligensi yang dimiliki manusia secara
alami,antaranya:[20]
a.
Inteligensi bahasa (verbal or linguistic
intelligence) yaitu kemampuan memanipulasi kata-kata
didalam bentuk lisan atau tulisan. Misalnya membuat puisi.
b.
Inteligensi matematika-logika (mathematical-logical)
yaitu kemampuan memanipulasi sistem-sistem angka dan konsep-konsep menurut logika.
Misalkan para ilmuwan bidang fisika, matematika.
c.
Inteligensi ruang (spatial intelligence)
adalah kemampuan untuk melihat dan memanipulasi pola-pola dan rancangan.
Contohnya pelaut, insinyur dan dokter bedah.
d.
Inteligensi musik (musical intelligence)adalah
kemampuan memahami dan memanipulasi konsep-konsep musik. Contohnya intonasi, irama,
harmoni.
e.
Inteligensi gerak-tubuh (bodily-kinesthetic intelligence) yakni kemampuan untuk menggunakan tubuh dan
gerak. Misalkan penari, atlet.
f.
Inteligensi intrapersonal
yaitu kemampuan untuk memahami perasaan-perasaan sendiri, refleksi, pengetahuan
batin, dan filosofinya, contohnya ahli sufi dan agamawan.
g.
Inteligensi interpersonal
yaitu kemampuan memahami orang lain, pikiran maupun perasaan-perasaannya,
misalnya politis, petugas klinik, psikiater.
G. Pengukuran
Intelegensi[21]
Pada tahun 1904, Alfred Binet dan Theodor Simon, 2 orang psikolog
asal Perancis merancang suatu alat evaluasi yang dapat dipakai untuk
mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan kelas-kelas khusus (anak-anak yang
kurang pandai). Alat tes itu dinamakan
Tes Binet-Simon. Seri tes dari Binet-Simon ini, pertamakali diberi nama : “Chelle
Matrique de l’inteligence” atau skala pengukur kecerdasan. Tes binet-simon
terdiri dari sekumpulan pertanyaan-pertanyaan yang telah dikelompok-kelompokkan
menurut umur (untuk anak-anak umur 3-15 tahun). Pertanyaan-pertanyaaan itu
sengaja dibuat mengenai segala sesuatu yang tidak berhubungan dengan pelajaran
di sekolah. Seperti mengulang kalimat-kalimat yang pendek atau panjang,
mengulang deretan angka-angka,
memperbandingkan berat timbangan, menceriterakan isi gambar-gambar, menyebutkan
nama bermacam macam warna, menyebut harga mata uang, dan sebagainya.
Dengan tes semacam inilah usia seseorang
diukur atau ditentukan. Dari hasil tes itu ternyata tidak tentu bahwa usia
kecerdasan itu sama dengan usia sebenarnya (usia kalender). Sehingga dengan
demikian kita dapat melihat adanya perbedaan-perbedaan IQ (Inteligentie
Quotient) pada tiap-tiap orang/anak. Test ini kemudian direvisi pada tahun
1911.
Tahun 1916, Lewis Terman, seorang psikolog
dari Amerika mengadakan banyak perbaikan dari tes Binet-Simon. Sumbangan
utamanya adalah menetapkan indeks numerik yang menyatakan kecerdasan sebagai
rasio (perbandingan) antara mental age dan chronological age.
Hasil perbaikan ini disebut Tes Stanford_Binet. Indeks seperti ini sebetulnya
telah diperkenalkan oleh seorang psikolog Jerman yang bernama William Stern,
yang kemudian dikenal dengan Intelligence Quotient atau IQ. Tes
Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai
usia 13 tahun.
Salah satu reaksi atas tes Binet-Simon
atau tes Stanford-Binet adalah bahwa tes itu terlalu umum. Seorang tokoh dalam
bidang ini, Charles Sperrman mengemukakan bahwa inteligensi tidak hanya terdiri
dari satu faktor yang umum saja (general factor), tetapi juga terdiri
dari faktor-faktor yang lebih spesifik. Teori ini disebut Teori Faktor (Factor
Theory of Intelligence).
Alat tes yang dikembangkan menurut teori faktor ini adalah WAIS ( Wechsler Adult Intelligence Scale) untuk
orang dewasa, dan WISC ( Wechsler Intelligence Scale for
Children) untuk anak-anak.
Di samping alat-alat tes di atas, banyak
dikembangkan alat tes dengan tujuan yang lebih spesifik, sesuai dengan tujuan
dan kultur di mana alat tes tersebut dibuat.
BAB II
PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Secara garis besar dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan inteligensi adalah suatu kemampuan mental ataupun rohani
yang melibatkan proses berpikir secara rasional untuk meyesuaikan diri kepada
situasi yang baru. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara
langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang
merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional.
Inteligensi sebagai sebuah
kemampuan yang tertanam dalam diri masing-masing individu dapat ditumbuh
kembangkan dengan berbagai cara agar dapat membantu sebagai daya berpikir yang
ada dalam diri setiap individu manusia. Karena tanpa adanya inteligensi maka
pendidikan hampir mustahil untuk dilaksanakan.
B. Saran
Berdasarkan
kenyataan dilapangan, kita dapat menemukan beberapa pengajar yang masih kurang
memperhatikan dalam pengembangan inteligensi anak didiknya, maka dari itu kita
sebagai calon-calon pendidik masa depan harus mempersiapkan sejak dini
rencana-rencana pengajaran yang merujuk pada pengembangan inteligensi sehingga
kreativitas anak-anak didik mengalami kemajuan dimasa yang akan datang.
Dari
hasil makalah kami ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua umumnya
kami pribadi. Dan segala yang baik datangnya dari Allah, dan yang buruk
datangnya dari diri saya. Penyusun sadar bahwa makalah kami ini jauh dari kata
sempurna, masih banyak kesalahan dari berbagai sisi, jadi kami harapkan saran
dan kritik nya yang bersifat membangun untuk perbaikan karya ilmiah
selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 1983. Psikologi Umum.
Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Echols, John M. dan Shadily, Hassan. 2005. Kamus
Inggris-Indonesia. Jakarta: PT.Gramedia.
http://kependidikanislam2010.blogspot.com/2011/06/intelegensi-versi-ubed.html (Dikutip tanggal 19 Oktober 2015,
pukul 16.11)
https://kmjppb.wordpress.com/2011/10/15/intelegensi/
(Dikutip tanggal 19 Oktober 2015, pukul 16.10)
http://ngurahjayaantara.blogspot.co.id/2013/12/psikologi-konsep-intelegensi.html (Dikutip tanggal 19 Oktober 2015,
pukul 16.17)
http://riomahendraoke.blogspot.co.id/2012/10/makalah-psikologi-umum-intelenjensi.html (Dikutip tanggal 19 Oktober 2015, pukul 16.18)
http://rudisiswoyoalfikir.blogspot.co.id/2014/04/makalah-tentang-intelegensi-kecerdasan.html (Dikutip tanggal 19 Oktober 2015,
pukul 16.15)
http://www.slideshare.net/AnnisaSafitri29/psikologi-umum-berpikir-dan-intelegensi
(Dikutip tanggal 19 Oktober 2015, pukul 16.14)
Jayadi, Loekman. 1985. Kamus Lengkap 950 Juta. Surakarta:Nusantara.
Nasution,
Fauziah. 2011. Psikologi Umum. Fakultas Tarbiyah: IAIN SU.
Suryabrata, Sumadi. 1987. Psikologi Pendidikan.
Jakarta: CV.Rajawali.
[1]
John M.Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta:
PT.Gramedia, 2005) hlm.326.
[4]
http://riomahendraoke.blogspot.co.id/2012/10/makalah-psikologi-umum-intelenjensi.html
[6] Sumadi Suryabrata, Psikologi
Pendidikan, (Jakarta:CV.Rajawali,1987), hlm.129
[14] Fauziah Nasution, Psikologi Umum, (Fakultas
Tarbiyah: IAIN SU, 2011), hlm.47-48.
[17] Sumadi Suryabrata, Psikologi
Pendidikan, (Jakarta:CV.Rajawali,1987), hlm.131
[18] Sumadi Suryabrata, Psikologi
Pendidikan, (Jakarta:CV.Rajawali,1987), hlm.133.
[19] Sumadi Suryabrata, Psikologi
Pendidikan, (Jakarta:CV.Rajawali,1987), hlm.135.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar